Terowongan
https://affifmaulizar.blogspot.com/2016/10/terowongan.html
“Perjalanan ini membuatku lelah dan tak berdaya. Traksi terus menyeretku jatuh kejalur yang gelap. Hanya setitik cahaya terang yang bisa kulihat. Terasa hampa jika terus berada disini. Sendirian. Semua yang kusayangi pergi meninggalkanku. Hanya bisa berharap seseorang menemaniku didalam jalan buta ini”
***
Didalam sebuah terowongan, seorang pria berusia 36 tahun berjalan diatas permukaan kerikil dipinggiran jalur kereta api tua. Hanya sebuah titik cahaya remang yang terlihat dimatanya.
Berjalan sejauh mata memandang, terlihat gradasi cahaya terang-redup hanya diterangi oleh sebuah lampu jalar. Kurasa itu adalah tempat sebuah stasiun kereta tua. Menurut sejarah, tempat ini adalah salah satu stasiun kereta api yang menjadi transportasi utama masyarakat Honshu. Stasiun ini sudah hancur sejak terjadinya gempa, dan yang tersisa hanyalah sebuah ruang tunggu penumpang.
***
“Berharap stasiun ini adalah jalan keluar ku, namun sudah terkubur oleh reruntuhan yang tak bisa kulewati. Rasanya seperti berjalan vertikal, tidak bergerak sama sekali”
***
Pria itu memanjat keatas stasiun tua itu. Kondisi ruangan membuat pria itu merasa iba. Seluruh dinding sudah dipenuhi oleh lumut dan lantai sudah tidak layak lagi untuk melangkahkan kaki. Tak ada kehidupan sama sekali. Batinnya terus berharap hadirnya seseorang yang menemani langkah terpincang ini. teringat akan masa lalu dimana dia ditinggalkan oleh keluarganya. Kebencian keluarganya sangat membuat pria itu hancur. Bayangan keluarga terus muncul dimatanya, mengatakan kebencian, makian dan tak punya kehormatan.
***
3 bulan lalu, disebuah komplek perumahan pada malam hari, terdengar seperti pertengkaran hebat berasal dari sebuah rumah. Sang suami sedang sibuk-sibuknya memasukkan pakaian kedalam koper. “Yuki, kita harus sekarang, kita sudah tidak bisa lagi tinggal disini” ajak Hiroshi kepada sang istri. Yuki terlihat kaget dengan pernyataan suaminya yang sibuk membereskan pakaiannya. “Ada apa? Mengapa terburu-buru pergi? Apa terjadi masalah padamu?” tanya yuki kepada suaminya itu.
***
“Maafkan aku sayang, kita sudah bisa lagi tinggal disini.” Jawab suaminya. “Kenapa harus pergi? Kita masih punya kehidupan disini? Kita masih punya anak diasrama, kita harus membayar uang bulanan, bekerja dan aku tidak ingin jauh dari keluargaku. Ada apa denganmu? Apa yang sebenarnya terjadi? Beritahu aku sekarang juga? Jika tidak aku tidak punya pilihan lain untuk tidak ikut denganmu” jawab Yuki kepada suaminya.
“Sayang, maafkanlah aku… aku telah dituduh oleh pihak kepolisian karena terlibat dalam kasus korupsi. Aku sangat menyesal. Aku mohon padamu ikutlah bersamaku. Kita akan pergi keluar negeri. Aku sudah menyiapkan beberapa paspor dan tiket untuk pergi malam ini” jawab sang suami setelah menghela nafas panjang. Yuki merasa tidak percaya dengan penyataan suaminya itu. “Bagaimana bisa…!!! Apa yang salah denganmu…!!! Korupsi…!!! Kami bahkan tidak menginginkanmu melakukan hal sebejat itu…!!! Tidak sadarkah kau keberadaan kami disini…? Keluargamu, keluargaku. Kita adalah keluarga. Aku tidak menginginkan ini. kau sudah menghancurkan semuanya…!!!” bentak Yuki yang kecewa terhadap suaminya.
“Aku tidak melakukannya sayang? Aku difitnah. Namun bukti-bukti yang didapat oleh kepolisian mengarah kepadaku. Kita tidak bisa lagi disini. Kumohon pergilah bersamaku” jawab suaminya dengan tatapan penuh harapan kepada Yuki. “Plaaakkkk…” sebuah tamparan yuki sampai kewajah suaminya. “Pergilah…!!! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi… aku tidak ingin keluargaku malu akan sikapmu yang bodoh ini. tinggalkan aku disini dan jangan pernah kembali lagi…!!!” bentak Yuki yang sudah naik darah dan menghentikan permintaan suaminya itu.
Sang suami menahan tamparan yang dilayangkan yuki kepadanya, menunduk merenungi kalimat yang diucapkan Yuki kepadanya dan kemudian pergi meninggalkan anak, istri dan keluarganya.
***
“Merana rasanya hidup seperti ini, tidak ada lagi tonggak kehidupanku. Hancur sudah. Kedua kakiku hanya mampu terpincang-pincang melangkahkan langkah disetiap langkah. Untuk mencapai cahaya terang itu yang hingga saat ini tak kunjung sampai kutuju”.
***
“Ingatan kelam itu meruntuhkan semangat-juangku untuk lari dari pengejaran. Hanya bisa duduk terdiam menunduk dan merenungi momen terakhir bersama istriku” batin sang pria.
Suasana sudah gelap, cahaya diujung terowongan itu sudah tidak seterang sore tadi. Pria itu mengeluarkan korek api dan membakar beberapa helai kertas. Tidak begitu lama api menyala dan kemudian padam. Pria itu terpaksa mencari beberapa kayu dari reruntuhan dan betapa kagetnya dia ketika melihat seseorang tertidur disudut dinding barat. Sepertinya orang itu adalah seorang gelandangan yang tinggal disini. Pria itu mencoba membangunkan gelandangan itu. “Pak… pak…?” pria itu sedikit menggoyangkan tubuh gelandangan itu saat memanggilnya.
***
“Hemmmpt… siapa itu? Ada apa?” jawabnya sambil menyadarkan dirinya yang masih belum sadar betul. Pria itu kaget, karena orang yang dia panggil adalah suara gadis kecil. “Bagaimana kamu bisa diberada sendirian disini, nak? Orang tuamu dimana?” tanya pria itu. Gadis kecil itu bersandar di dinding, namun tiba-tiba memeluk pria itu. “Ayah…?” suara itu yang terdengar saat sang gadis kecil memeluk pria itu. “hemmpt” nafas pria itu tertahan saat tangan sang gadis kecil memeluknya dengan erat.
Gadis itu menangis saat memeluk pria yang dianggap ayahnya itu. “Bagaimana ayah tega meninggalkanku sendiri disini? Aku sangat merindukan ayah.” Jawab gadis kecil itu dengan tangisan yang penuh kerinduan.
***
Jam sudah berada pada pukul 10.23 PM, gadis itu masih memeluk pria itu. Menangis tersedu-sedu. “Kemanakah ayahmu pergi nak? Akankah dia kembali?” tanya pria itu dalam keadaan masih dalam pelukan gadis kecil itu. “Untuk apa ayah bertanya lagi? ayah sudah disini didalam pelukanku. Aku mohon jangan pergi lagi?” jawabnya dengan tubuh bergetar menahan tangisan.
Pria itu mencoba menyangkal pernyataan dari gadis kecil itu namun kesendiriaannya mengalahkan semua. Pria itu mencoba membuatnya berhenti menangis dengan menepuk pelan punggung gadis kecil itu agar tenang kembali. “Sudah nak, janganlah kamu menangis lagi?” jawab pria itu dengan membelai kepala gadis kecil itu. “Baiklah ayah, aku tidak menangis lagi” jawab gadis itu sambil menghapus air matanya.
***
“aku ingin jujur padamu, sebenarnya aku ini bukanlah ayahmu. Aku hanyalah seorang pria yang berjalan pergi menuju ujung terowongan itu” kata pria itu yang ingin jujur kepada gadis kecil. “benarkah… sepertinya ayahku tidak kembali lagi” jawabnya kecewa. “Tapi kamu tidak sendiri lagi, nak. Kamu sudah punya teman disini”. Jawab pria itu dengan memegang kepalanya dan sedikit mengacak rambut lurusnya.
Gadis kecil itu mencoba menceritakan kisah kepergian ayahnya yang dulu pernah bersamanya disini. “Pada suatu hari aku dan ayahku berencana pergi bertamasya kesebuah kota yang bernama Hokkaido. Alasan aku memaksa ayah kesana adalah untuk bertemu ibu. Ibuku berada disana, bekerja sebagai pengrajin the dibuah perkebunan dipinggiran kota. Hanya stasiun Seikan yang menyediakan transportasi kesana. Ayahku adalah seorang teknisi mesin disebuah perusahaan swasta yaitu pabrikan mesih mobil. Padahal keinginanku adalah pergi dengan menggunakan pesawat terbang, tetapi ayah membawaku kestasiun kereta api” jelasnya gadis kecil itu. “Sepertinya ayah punya kenangan disini dan rasanya kenangan itu adalah kenangannya bersama ibu. Mungkin seperti kisah cinta pada pandangan pertama, wah… masa remaja mereka begitu bahagia” pikir gadis kecil itu.
Pada saat itu, aku memegang erat tangannya dengan mood yang sangat semangat aku berlari kecil sambil meloncatkan kakiku kekiri dan kekanan. Ayah sudah mengambil 2 lembar tiket dan melangkah untuk turun keruang tunggu kereta lebih kurang 5 meter ke dalam tanah. Namun tidak diduga-duga, gempa menggetarkan kota dan Meluluh-lantakkan stasiun itu. Langit-langit terlihat mulai retak dan menjatuhkan pasir. Aku dan ayah sudah berada diruang tunggu penumpang, namun terlihat dipuncak tangga terdapat seorang anak balita sedang duduk disana, sepertinya dia menunggu ibunya kembali. Aku meneriakkan ayahku agar menyelamatkan anak itu. Ayahku tidak ragu untuk bertindak, dia meninggalkanku diruang tunggu penumpang karena disana dirasa lebih aman dibandingkan naik kelantai atas” jelas gadis kecil itu.
“Melihat ayahku sudah berada dilantai atas bersama dengan anak balita itu, tiba-tiba reruntuhan besar berjatuhan dan menutupi terowongan penghubung antara aku dan ayah. Aku memanggilnya dan meneriakkannya, namun reruntuhan itu menghalangiku. Aku menangis dan mencoba memukul reruntuhan itu, apa daya seorang gadis kecil sepertiku tak mampu melakukannya” tambahnya lagi.
Pria itu kaget dengan kisah yang diceritakan oleh gadis kecil itu. Karena gadis itu adalah gadis kecil yang berasal dari beberapa tahun lalu. Mengingat gempa yang terjadi dikota ini adalah pada 8 tahun lalu. Merasa seperti berbicara pada ruh, pria itu merasa sedikit takut padanya. Namun batin pria itu berkata lain. Pria itu tak ingin meninggalkan gadis itu dan membiarkan diri tetap bersamanya.
“Mengapa kau tak takut padaku? Bukankah aku ini berasal dari masa lalu? Beberapa orang yang pernah kutemui diterowongan ini, takut kepadaku. Mereka tak ingin menghiburku. Mungkin karena aku tidak seperti mereka lagi. namun sebenarnya aku berniat baik. Tidak untuk menakuti mereka” jelasnya padaku.
“Tidak, aku tidak takut padamu. Mungkin memang benar diantara kami, kamu yang berbeda, namun sebelumnya kamu juga sama seperti kami. Mungkin itu yang membuatku tidak takut kepadamu. Karena aku juga akan merasakan hal yang sama nantinya. Seperti kamu yang sekarang ini” jelas pria itu kepada sang gadis kecil.
“Terima kasih sudah percaya kepadaku. Mungkin engkaulah teman yang kupunya sekarang” gadis itu berterima kasih kepadanya. Waktu sudah menunjukkan pukul 6 AM, suasana semakin dingin semakin merasuki. Pria itu menceritakan apa yang terjadi padanya dan mengapa dia pergi melewati terowongan ini. “Sebenarnya tujuanku melewati terowongan ini adalah untuk mencari kedamaian karena hidupku sudah hancur dan keluargaku benci kepadaku. Rasanya seperti kesalahanku sendiri” jelas pria itu kepada sang gadis kecil.
***
“Sama seperti halnya diriku. Aku juga merasa bersalah, karena terpisah dari ayahku sejak kejadian itu” jawab gadis itu. “maukah kamu ikut denganku? Sepertinya tidak ada lagi teman yang bisa pergi bersama selain denganmu” Pinta pria itu kepada sang gadis kecil. “Sangat senang jika aku mengiyakan permintaanmu. Tetapi rasanya ayahku akan kembali menjemputku disini” jawab gadis kecil itu.
“jika sudah selama itu tidak kembali, kemungkinan besar dia menunggumu diatas sana” jelas pria itu. “dimanakah itu?” tanya gadis kecil itu. “di surga” jawab pria itu. “Bagaimana bisa aku pergi kesana?” tanya gadis kecil itu. “ikutlah bersamaku? Sepertinya diujung terowongan ini, akan ada seseorang yang menjemputmu. Percayalah. Ditempat terang, kamu akan mendapat kedamaian disana” jelas pria itu.
Gadis kecil itu mengiyakan ajakannya, dan kemudian mengulurkan tangan kanannya kepada pria itu. Bangkit dan berjalan bersama menuju ujung terowongan. Tersenyum bahagia, menemukan seseorang yang membuat kesedihannya lebih reda akan penantian ayahnya. Akhirnya sampai di batas terowongan. “Bagaimana rasanya terbebas dari gelapnya kehidupan didalam sana?” tanya pria itu dan tidak mengubah pandangannya terhadap matahari terbit. “Ini adalah awal yang baru untukku. Rasanya sangat menyenangkan, dan ditemani oleh teman sepertimu” jawab gadis kecil itu saat tubuhnya terpecah menjadi partikel cahaya yang pelan-pelan pergi meninggalkan tubuhnya. “Terima kasih, kuberharap bisa bertemu denganmu lagi, sahabatku” tambah gadis kecil itu lagi. “sampai jumpa” jawab pria itu menunjukkan senyumannya kepada matahari, langit, dan awan.
***
Kilauan cahaya itu menyinariku, terkagum-kagum akan keagungan-Mu, Engkau telah menunjukkanku ujian terberat didalam sana, melalui gadis kecil itu dan berada dibatas terowongan ini rasanya seperti baru terlahir didunia yang baru. Terima kasih.