Kelam
https://affifmaulizar.blogspot.com/2016/10/kelam.html
***
Terdengar dari kejauhan suara teriakan menggema didalam kabut itu, suara itu terdengar seperti singa terperangkap didalam sel penjara, meraung dengan keputusasaan, kurasa itu adalah polisi terakhir yang menembaki betisku. Dengan sengaja ku tak menyingkirkannya. Menurutku, dia adalah salah satu polisi yang tidak pernah melakukan ketidakadilan, selalu peduli terhadap rekannya, dan tidak semena-mena. Terlihat dari tatapan matanya, saat ku menewaskan seluruh timnya. Dia meninggalkan pengejarannya terhadapku hanya demi rekannya. Tidak seperti petugas kepolisian yang telah kusingkirkan beberapa bulan lalu. Mereka hidup seperti preman yang tidak pernah ingin melihat bagaimana posisi orang lain.
***
Tubuhku semakin lemah karena sejak tertembak pada pengejaran 1 jam lalu, betis kananku telah banyak mengeluarkan darah. Peluru itu hampir menembus dan merobek otot betisku. Hanya selembar ikatan kain yang dapat kulakukan untuk menghentikan pendarahan itu. Aku mulai memaksa diri untuk berjalan keluar dari hutan yang berkabut ini, jika tidak aku akan kehilangan banyak darah. Kumenyadari bahwa diseberang hutan ini aku bisa menemukan beberapa tanaman obat untuk menghentikan pendarahan ini. Karena sebelumnya tempat itu merupakan rute yang pernah kulalui ketika berada disebuah kegiatan yaitu Pendakian Gunung.
***
Namun, tubuh ini tidak bisa membohongi keinginanku untuk keluar dari hutan ini. Terasa dingin dan kaku. Otot terasa membeku, tidak mampu untuk menggerakkannya. Pondasi tubuhku sudah tidak mampu lagi menahan apa yang menjadi bebannya. Apa daya tubuh ini berlutut dan terjatuh, ditanah hitam yang pekat. Rebah dikala putih menguasi hitam, rebah disaat dingin menaklukan panas, rebah disaat singa memburu seekor rusa yang berlari menyelamatkan diri dari pemburuan buas.
***
Pandanganku terasa gelap, penghilatan ini mulai tertutupi oleh lingkaran hitam yang terus-menerus menyebar mengusir cahaya untuk masuk kedalam retinaku. Udara yang masuk kedalam paru-paru terasa mulai tersendak, pori-pori kulitku sudah tertutup rapat. Tidak ada lagi udara yang bisa kuhirup. Batinku mulai bertanya-tanya, Apakah ini akhir dari masa kelamku?